JAKARTA – Pandu Riono selaku Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) menuntut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk segera melakukan tidakan terhadap kasus seorang anak meninggal dunia yang diduga mengalami keracunan obat sirop di Jakarta.
“BPOM jangan tunda lagi, kalau terbukti dia (pasien) konsumsi sirop di atas batas ambang normal, itu kan sudah bukti yang cukup kuat,” kata Pandu Riono yang dikonfirmasi di Jakarta, Ahad (5/2/2023).
Ia mengklaim, laporan dari otoritas terkait di DKI Jakarta menyebut korban mengonsumsi obat sirop mengandung Etilen Glikol/Dietilen Glikol (EG/DEG) yang melampaui batas aman. “Pasien dilaporkan mengonsumsi sirop obat penurun demam, katanya sirop pertama dan kedua beda. Yang kami khawatir, mungkin merek beda, tapi obat palsu,” katanya.
Kementerian Kesehatan mengumumkan, ambang batas aman cemaran EG/DEG pada bahan baku pelarut sirop obat Propilen Glikol ditetapkan kurang dari 0,1 persen, sedangkan ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG pada sirup obat tidak melebihi 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Baca Juga : Aksi Pembakaran Alquran Dilarang di Norwegia
Menurut Pandu, peristiwa tersebut membuktikan saat ini masih terdapat oknum produsen obat yang memproduksi obat sirop melampaui ambang batas aman. Pandu menduga, produsen ‘nakal’ memiliki modus untuk kepentingan ekonomi dengan cara mengakali bahan baku dengan harga murah.
“Harusnya menggunakan Propilen Glikol (PG). Supaya menekan harga, dia pakai EG/DEG yang lebih murah dan itu toksik, kalau bikin orang mati itu namanya kriminal,” katanya.
Menurut Pandu, tak ada tawar menawar pada nyawa manusia. Bahan baku obat harus sesuai standar farmasi obat. Pandu mengatakan, BPOM memiliki kewenangan untuk segera menarik obat yang berbahaya bagi konsumen, jika sudah memiliki bukti kandungan bahan baku melebihi batas aman.
“Saran saya, BPOM harus bertindak. Satu nyawa pun tidak boleh ada, walau kasus (terbarunya) baru dua, (produk) harus segera ditarik,” katanya.
Dikatakan Pandu, BPOM bisa menelisik produsen yang terkait kasus tersebut, dan melacak domisili pabriknya hingga nomor batch produksinya. “Jadi BPOM bisa panggil, dan perintahkan tarik obat itu. Jangan besok, harus hari ini juga karena kejadian sudah sepekan lalu,” ujarnya.
Kepada masyarakat, Pandu mengimbau untuk menghentikan dulu konsumsi obat sirop, sebelum ada jaminan dari pemerintah obat tersebut aman. Sebelumnya, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes DKI Jakarta Dwi Oktavia membenarkan adanya kasus gangguan ginjal akut yang dialami dua warga setempat.
Satu pasien di antaranya dilaporkan meninggal dunia pada Rabu (1/2) malam setelah sebelumnya sempat dirawat di Puskesmas dan RS Adyaksa. “Memang benar, kasus meninggal satu orang, dan kami masih dalam proses pengumpulan informasi,” katanya.
“BPOM jangan tunda lagi, kalau terbukti dia (pasien) konsumsi sirop di atas batas ambang normal, itu kan sudah bukti yang cukup kuat,” kata Pandu Riono
Ia mengatakan, laporan dari otoritas terkait di DKI Jakarta menyebut, korban mengonsumsi obat sirop mengandung Etilen Glikol/Dietilen Glikol (EG/DEG) yang melampaui batas aman. “Pasien dilaporkan mengonsumsi sirop obat penurun demam, katanya sirop pertama dan kedua beda. Yang kami khawatir, mungkin merk beda, tapi obat palsu,” katanya.
Kementerian Kesehatan RI mengumumkan bahwa ambang batas aman cemaran EG/DEG pada bahan baku pelarut sirop obat Propilen Glikol ditetapkan kurang dari 0,1%, sedangkan ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG pada sirup obat tidak melebihi 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Menurut Pandu, peristiwa tersebut membuktikan bahwa saat ini masih terdapat oknum produsen obat yang memproduksi obat sirop melampaui ambang batas aman. Pandu menduga, produsen ‘nakal’ memiliki modus untuk kepentingan ekonomi dengan cara mengakali bahan baku dengan harga murah.
“Harusnya kan menggunakan Propilen Glikol (PG). Supaya menekan harga, dia pakai EG/DEG yang lebih murah dan itu toksik, kalau bikin orang mati itu namamya kriminal,” katanya.
Tak ada tawar menawar pada nyawa manusia. Bahan baku obat harus sesuai standar farmasi obat. Pandu mengatakan, BPOM memiliki kewenangan untuk segera menarik obat yang berbahaya bagi konsumen, jika sudah memiliki bukti kandungan bahan baku melebihi batas aman.
Sementara itu, pihak BPOM yang dikonfirmasi perihal desakan tersebut belum memberikan jawaban.
Pingback: Burj Al Babas, Komplek Ratusan Istana Kecil di Turki yang Ditinggalkan - Media Bogor